Kamis, 18 Agustus 2011

KISAH TIGA JENDRAL (JEND.WIRANTO, JEND. S.B YUDHOYONO, LETJEND. PRABOWO.S)

Tulisan ini tidak akan membahas realitas politik saat ini, termasuk menganalisa hasil-hasil survey yang akan menunjukkan arah konstelasi politik pasca koalisi dan pedaftaran Capres-Cawapres. Saya lebih tertarik untuk membahas latar belakang karir militer tiga orang Jenderal ini. SBY pensiun dari militer dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Staf Teritorial TNI. Sedangkan Wiranto lebih gemilang lagi, bintang empat di pundaknya bersanding dengan jabatan sebagai Panglima TNI dan kemudian merangkap Menhankam. Prabowo Subianto bisa dikatakan sebagai perwira cemerlang dengan akhir yang malang. Dia hanya dua bulan menduduki kursi strategis Panglima Kostrad, kemudian dimutasi sebagai Dansesko ABRI hingga akhirnya pensiun dini. Dalam ukuran karier militer bisa dikatakan; Wiranto berhasil mencapai jenjang tertinggi karier militer. SBY berhasil membentuk imej sebagai perwira intelektual dan pemikir. Dan Prabowo akan selalu dikenang sebagai perwira lapangan yang tangguh.

Tiga orang Jenderal ini jelas berasal dari kawah Chandradimuka yang sama, Akademi Militer Magelang. Di Lembah Tidar itu setiap taruna datang dengan kualifikasi dan watak yang berbeda-beda. Kualifikasi fisik dan intelektual akan menentukan pada kecabangan mana para taruna itu kelak akan berkiprah. Maka kemudian sebagian taruna akan menjadi perwira infantri, kavaleri, zeni, artileri dan lain sebagainya. Sedangkan watak yang merupakan pembawaan yang tumbuh dan berkembang sejalan dengan interaksi para taruna di lingkungannya kelak hanya akan membagi mereka dalam dua golongan; perwira lapangan dan perwira staf. Perwira lapangan biasanya akan memegang komando pasukan sedangkan perwira staf menjadi otak intelektualnya.

Dalam realitasnya di lapangan, tugas utama dari perwira staf adalah menciptakan opsi-opsi dalam pengambilan sebuah keputusan. Perwira staf tidak akan dibebani dengan tugas untuk mengambil keputusan sebab dia akan terjebak dalam keraguan untuk memilih opsi-opsi yang dia ciptakan sendiri. Tugas perwira lapanganlah untuk memilih opsi-opsi solusi yang ditawarkan itu. Tanggung jawab, risiko dan akibat-akibat dari pengambilan keputusan sepenuhnya berada di pundak perwira lapangan. Perwira staf terbiasa berpikir dalam ragu, sebab keraguan itu diperlukan untuk menajamkan pilihan yang ada. Sedangkan perwira lapangan harus percaya diri dalam memilih satu di antara sekian banyak pilihan solusi yang ditawarkan. Perwira staf menawarkan skeptisme, perwira lapangan lah yang menghidupkannya menjadi optimisme.

Tiga orang Jenderal kita ini jelas memiliki watak yang berbeda dengan kualitas yang mumpuni dalam bidang mereka masing-masing. SBY memiliki kualitas luar biasa sebagai perwira staf, seorang Jenderal Intelektual. Kualitasnya sudah teruji pada saat menjabat Assospol Kassospol ABRI, Ketua F-ABRI MPR RI dan kemudian Kaster TNI. Pikiran-pikiran SBY pada masa itu bersambut dengan gaung reformasi. Memang yang dibutuhkan pada masa peralihan itu adalah wacana segar untuk keluar dari kemelut krisis sosial, politik dan ekonomi. Wiranto dan Prabowo adalah perwira lapangan. Kualitas Prabowo bisa disaksikan oleh publik pada saat dia menjabat Komandan Jenderal Kopassus dan kemudian dalam usia relatif muda sudah menggenggam tongkat komando Kostrad. Sedangkan Wiranto, setelah menunaikan tugas sebagai Ajudan Presiden Soeharto, kariernya melesat dengan cepat sehingga pada tahun 1998 ditunjuk sebagai Panglima TNI.

Pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa di antara tiga orang Jenderal cemerlang ini, hanya Wiranto yang bisa menggapai puncak komando, Panglima TNI? Tanpa terjebak pada senioritas angkatan di Akmil, seharusnya SBY dan Prabowo berpotensi sama untuk memegang tongkat komando tertinggi itu. SBY memiliki peluang yang sangat besar pasca reformasi, karena sifat moderatnya sesuai dengan semangat zaman pada masa itu. Sedangkan Prabowo memang telah jauh-jauh hari diproyeksikan akan memegang tongkat komando itu, mengingat kemampuannya memegang pasukan di lapangan. Sayangnya tidak satu pun dari keduanya yang berhasil menggapai itu. Sebelum bintangnya genap menjadi empat SBY keburu didapuk menjadi Menteri Pertambangan Energi dalam pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid. Sedangkan Prabowo lebih tragis, bersinar sebagai Pangkostrad tetapi kemudian namanya tersangkut dalam kasus penculikan aktifis. Karirnya berakhir sebagai Komandan Sesko ABRI.

Menurut hemat saya, kegagalan SBY menjadi Panglima TNI lebih dikarenakan wataknya sebagai perwira pemikir. Pada masa transisi setelah jatuhnya rezim Soeharto, TNI butuh kepemimpinan yang kuat dan cepat dalam mengambil keputusan. Pada masa itu memang para perwira intelektual mendapatkan pamor yang luas di kalangan masyarakat yang tengah gandrung dengan perubahan. Tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk memutuskan. Lantas bagaimana dengan Prabowo? Jenderal lapangan yang satu ini memang berpotensi besar menggenggam tongkat komando panglima. Tetapi masalahnya, Prabowo tidak pernah bisa benar-benar kembali dari medan perang. Sementara tuntutan zaman telah berubah, komando-komando lapangan di medan perang di tingkatan lebih tinggi harus teraplikasikan menjadi komando-komando untuk menciptakan rasa aman di tengah masyarakat. Menurut saya, inilah kelebihan Wiranto. Benar, dia seorang perwira lapangan tetapi Jenderal ini tahu kapan saatnya pulang dari medang perang. Sehingga pada saat mundurnya Presiden Soeharto, Wiranto tahu apa yang seharusnya dilakukan. Sebagai Panglima ABRI, tugas utamanya adalah menciptakan rasa aman di tengah masyarakat dengan jalan mengawal peralihan kekuasaan secara konstitusional.

2 komentar:

  1. Saya baca Feisal Tanjung juga memiliki pengalaman militer yang komplit dan dia era sebelum Wiranto, bagaimana pendapat Mas?

    BalasHapus
  2. TOGEL KLIK4D bersama B O L A V I T A

    Memiliki Pasaran Paling Terkenal >> Singapore - Kuala Lumpur - Hongkong << Dengan Diskon Terbesar Dan Minimal Deposit Hanya 50rb dengan Support Semua Bank Indonesia

    Segera Bergabung Bersama kami Sekarang Juga !

    BBM : BOLAVITA
    WA : 081377055002

    BalasHapus